WELCOME

Terimakasih Telah Mengunjungi Blog Saya

Kamis, 23 Juni 2011

PEMANFAATAN LIMBAH KELAPA MENJADI PAKAN MENGGUNAKAN ASPERGILLUS NIGER


Disusun untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Matakuliah Nutrisi dan Bahan Makanan Ternak

Oleh :
DITHA NOVI ANGGRAINI
105050101111034



FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2011



BAB I
PENDAHULUAN


A.   Latar Belakang Masalah

Sumber bahan pakan yang dimaksud di atas dapat diperoleh dengan cara memanfaatkan limbah, baik limbah pertanian, limbah perkebunan yang masih belum lazim digunakan (Sinurat, 1999), limbah perikanan, limbah restoran, limbah rumah potong hewan dan sumber lain dari alam yang kurang dimanfaatkan (Rasyaf, 1994).
Pakan merupakan komponen penting di dalam industri peternakan. Produksi peternakan dunia meningkat seiring dengan peningkatan di dalam permintaan hasil-hasil ternak (daging, telur, susu). Produksi dan konsumsi daging dunia, diperkirakan akan meningkat dari 233 juta ton pada tahun 2000 menjadi 300 juta ton pada tahun 2020, permintaan susu 568 menjadi 700 juta ton, demikian juga dengan telur, akan meningkat sampai 30% (FAO, 2002). Khusus di Asia, dengan terkonsentrasinya populasi dunia di benua ini maka kebutuhan produk peternakan akan sangat tinggi dan hal ini akan berkaitan dengan kebutuhan pakan untuk meningkatkan produk peternakan.
Tanaman kelapa (Cocos nucifera L.) termasuk jenis tanaman palma yang memiliki multi fungsi karena hamper semua bagian dari tanaman tersebut dapat dimanfaatkan. Tanaman ini banyak dijumpai di Indonesia yang merupakan penghasil kopra terbesar kedua di dunia, sesudah Phillipina. Usaha budidaya tanaman kelapa melalui perkebunan terutama dilakukan untuk memproduksi minyak kelapa yang berasal dari daging buahnya dengan hasil samping berupa ampas kelapa. Pada proses pembuatan minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil), daging kelapa segar yang telah diparut kemudian dikeringkan dan dipres hingga minyaknya terpisah. Hasil samping dari proses pembuatan minyak kelapa murni ini adalah ampas kelapa. Ampas kelapa hasil samping pembuatan minyak kelapa murni masih memiliki kandungan protein yang cukup tinggi. Hal ini menyebabkan ampas kelapa berpotensi untuk dimanfaatkan dan diolah menjadi pakan. Menurut DERRICK (2005), protein kasar yang terkandung pada ampas kelapa mencapai 23%, dan kandungan seratnya yang mudah dicerna merupakan suatu keuntungan tersendiri untuk menjadikan ampas kelapa sebagai bahan pakan pedet (calf).
B.   Tujuan Penulisan

1.      Mengetahui dan mendapatkan sejauh mana peningkatan nilai gizi limbah kelapa yang dihasilkan setelah mengalami fermentasi oleh jamur Aspergilus niger.
2.      Mempelajari sejauh mana pengaruh dari taraf pemberian limbah kelapa di dalam ransum hasil fermentasi inokulum di atas terhadap pertumbuhan dan perkembangan ternak.
3.      Mendapatkan formulasi ransum ayam pedaging yang terbuat dari bahan baku limbah.
4.      Menggali potensi dan mendayagunakan sumber daya limbah khususnya limbah kepala udang dan limbah kelapa sawit sebagai ransum ayam pedaging.

C.   Manfaat Penulisan

1.      Membuka jalan dalam penggunaan limbah tanaman kelapa untuk ransum ternak.
2.      Sebagai sumber informasi bagi petemak dan pabrik pakan ternak mengenai penggunaan limbah tanaman kelapa.
3.      Meningkatkan pendapatan peternak dan tambahan pendapatan di pihak perkebunan.
4.      Pengembangan IPTEK pada bidang ilmu nutrisi dan makanan ternak di daerah Indonesia.
5.      Mengurangi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah pabrik kelapa.
6.      Dapat menghemat devisa negara dari sektor non migas.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


Kapang Sebagai lnokulum Fermentasi
Mikroba yang banyak digunakan sebagai inokulum fermentasi adalah kapang, bakteri, khamir dan ganggang. Pemilihan inokulum yang akan digunakan lebih berdasarkan pada komposisi media, teknik proses, aspek gizi dan aspek ekonomi (Tannenbeum et al.,1975). Penggunaan kapang sebagai inokulum fermentasi sudah banyak dilakukan karena pertumbuhannya relatif mudah dan cepat, kadar asam nukleat rendah (Scherllart, 1975). Pertumbuhannya pun mudah dilihat karena penampakannya yang berserabut seperti kapas yang mulanya bewarna putih, tetapi jika spora telah timbul akan tebentuk berbagai warna tergantung dari jenis kapang, dan kapang ini terdiri dari suatu thallus bercabang yang disebut hifa, dimana miselia merupakan massa hifa (Fardiaz, 1989).

Aspergillus niger
Aspergillus niger adalah kapang anggota genus Aspergillus, famili Eurotiaceae, ordo Eutiales, sub-klas Plectomycetetidae, kelas Ascomycetes, sub-divisi Ascomycotina dan divisi Amastigmycota (Hardjo et al., 1989).  Aspergillus niger mempunyai kepala pembawa konidi yang besar, dipak secara padat, bulat dan berwarna hitam coklat atau ungu coklat. Kapang ini mempunyai bagian yang khas yaitu hifanya berseptat, spora yang bersifat aseksual dan tumbuh memasang di atas stigma, mempunyai sifat aerobik, sehingga dalam pertumbuhannya mememrlukan oksigen dalam jumlah yang cukup. Aspergillus niger termasuk mikroba mesofilik dengan pertumbuhan maksimum pada suhu 35 °C - 37 °c. Derajat keasaman untuk pertumbuhan mikroba ini adalah 2 - 8,8 tetapi pertumbuhannya akan lebih baik pada kondisi asam atau pH yang rendah (Fardiaz, 1989).

Metode Dan Bahan Pembuatan
ampas kelapa (1 kg) dikeringkan
 

dihaluskan + 800 ML air

kukus 30 menit
 

dinginkan di atas plastik formika

mineral (36 g (NH4)2SO4 + 20 g Urea + 7,5 g NaH2PO4 +2,5 g MgSO4 + 0,75 g KCl)
+ 8 g spora Aspergillus niger
 

aduk sampai dengan homogeny

tempatkan pada baki plastik dengan ketebalan 1 cm
 

fermentasi secara aerob pada suhu kamar 2 hari
 

proses enzimatis dengan dibungkus dengan plastik, padatkan tanpa udara
 

inkubasi suhu ruang 2 hari
 

dikeringkan, digiling dan disimpan

Bahan baku yang digunakan adalah ampas kelapa dan spora Aspergillus niger. Bahan kimia yang digunakan adalah (NH4)2SO4, urea, NaH2PO4, MgSO4, dan KCl, serta bahan kimia lain yang digunakan untuk analisis. Alat-alat yang digunakan adalah timbangan kasar, timbangan analitik, kompor, pengukus, pengaduk, nampan, nampah, plastik, ember, dan alat-alat lain yang digunakan untuk analisa. Proses pengolahan ampas kelapa menjadi pakan dilakukan secara fermentatif, yaitu dengan menggunakan spora Aspergillus niger. Diagram alir pengolahan ampas kelapa menjadi pakan ternak terlihat pada Gambar 1. Ampas kelapa ditambah air, diaduk dan dikukus. Setelah didinginkan hingga mencapai suhu ± 70°C diaduk bersama campuran mineral, ditambahkan spora Aspergillus niger dan diaduk kembali sampai merata. Adonan kemudian dimasukkan ke dalam plastik dan difermentasi secara aerob dan anaerob. Ampas hasil fermentasi kemudian dikeringkan dan dikemas dalam wadah plastik. Analisis yang dilakukan meliputi Analisis Proksimat; Asam Amino (Thin Layer Chromatography); Aflatoksin (High Performance Liquid Chromatography); Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik menggunakan metode Tillay dan Terry yang dimodifikasi.


BAB III
           HASIL DAN PEMBAHASAN


Karakteristik kimia ampas kelapa segar
Hasil analisis proksimat ampas kelapa seperti disajikan pada Tabel 1. Dari hasil analisis diketahui bahwa ampas kelapa sebagai produk samping pengolahan minyak kelapa murni memiliki kadar protein kasar masih relative tinggi yaitu sebesar 11,35% dengan kadar lemak kasar 23,36%. Protein merupakan salah satu komponen yang terpenting pada pakan sehingga tingginya kadar protein pada ampas kelapa merupakan suatu keuntungan untuk diolah menjadi pakan. Namun demikian, lemak yang cukup tinggi merupakan kendala pada pengolahan ampas kelapa yang akan diolah menjadi pakan karena akan mempengaruhi kualitas pakan yang dihasilkan terutama dalam mempengaruhi umur simpan dan daya cerna pakan.

Tabel 1. Hasil analisis proksimat terhadap ampas kelapa segar
Komposisi                                                       Kadar (%)
Kadar air                                                         11,31
Protein kasar                                                   11,35
Lemak kasar                                                    23,36
Serat makanan                                                 5,72
Serat kasar                                                       14,97
Kadar abu                                                       3,04
Kecernaan bahan kering in vitro                     78,99
Kecernaan bahan organik in vitro                   98,19





Karakteristik fisik dan kimia ampas kelapa setelah difermentasi
Komposisi kimia ampas kelapa setelah difermentasi seperti disajikan pada Tabel 2. Fermentasi merupakan salah satu metode yang digunakan dalam mengolah ampas kelapa menjadi pakan dengan menggunakan spora Aspergillus niger. Proses fermentasi dilakukan dalam 2 tahapan, yaitu fermentasi aerob dan fermentasi an aerob (proses enzimatis), sebelumnya telah dilakukan pada bungkil kelapa (PURWADARIA et al., 1995; HELMI et al. 1999). Pertumbuhan Aspergillus niger pada proses fermentasi ditandai dengan adanya miselium. Secara visual pertumbuhan miselium dapat dilihat dengan timbulnya serabut-serabut menyerupai benang halus dan memadatnya ampas. Perlakuan fermentasi menghasilkan struktur, warna, bau, dan juga komposisi kimia yang berbeda dari ampas kelapa yang belum difermentasi, terutama dalam meningkatkan kadar protein dan menurunkan lemak. Fermentasi juga menyebabkan kehilangan berat kering pada ampas, yaitu sebesar 16,67% pada ampas yang telah difermentasi secara aerob dan 5% setelah proses enzimatis. Analisis yang dilakukan terhadap kehilangan bahan kering menunjukkan terjadinya kehilangan bobot air selama proses fermentasi. Hal tersebut disebabkan oleh adanya perubahan senyawa komplek menjadi senyawa yang lebih sederhana selama proses fermentasi, dimana pada saat itu juga terjadi pelepasan molekul air. Secara visual pelepasan molekul air dapat terlihat dengan adanya air pada plastik yang digunakan sebagai wadah/tempat ampas difermentasi.

Tabel 2. Hasil analisis kandungan kimia ampas kelapa hasil fermentasi
Komposisi                                                                   Kadar
Kadar air (%)                                                              8,32
Protein (%)                                                                  26,09
Asam amino (%)                                            
asam aspartat                                                   0,16
asam glutamat                                                 1,268
serin                                                                 0,216
glisin                                                                0,132
histidin                                                            0,213
arginin                                                             0,681
threonin                                                           0,229
alanin                                                               0,214
prolin                                                              0,303
tirosin                                                              0,277
valin                                                                0,300
methionin                                                        1,224
sistin                                                                0,164
isoleusin                                                          0,249
leusin                                                               0,825
phenilalanin                                                     0,324
lisin                                                                  0,315
Lemak (%)                                                      20,70
Aflatoksin (ppb)
B1                                                                   < 4
B2                                                                   < 3
G1                                                                   < 4
G2                                                                   < 3
Kecernaan Bahan Kering in vitro (%)             95,1
Kecernaan bahan organic in vitro (%)             98,82


Fermentasi ampas kelapa juga mampu meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik, dimana komponen ini diperlukan untuk mengetahui sejauh mana pakan tersebut dapat dipergunakan dan dicerna oleh ternak. Hasil analisa menunjukkan bahwa kecernaan bahan kering (KCBK) dan bahan organik (KCBO) secara in vitro ampas kelapa sebelum dan setelah difermentasi cukup tinggi (Tabel 1 dan 2). Peningkatan kecernaan bahan kering ampas setelah difermentasi menunjukkan adanya proses pemecahan bahan yang tidak dapat dicerna. Penggunaan suhu ruang pada proses enzimatis juga mendukung diperolehnya nilai kecernaan yang tinggi (SUPRIYATI et al., 1999). PURWADARIA et al. (1995) menerangkan bahwa pada proses enzimatis bungkil kelapa ternyata suhu kamar lebih efektif dibandingkan dengan suhu 50°C. Menurut SUDARMADJI et al. (1989) efektifitas proses enzimatis juga dipengaruhi oleh suhu optimum berkembangnya Aspergillus niger yaitu 35 – 37°C. Aflatoksin merupakan toksin yang dihasilkan oleh jenis kapang Aspergillus terutama Aspergillus flavus dan memiliki daya racun yang cukup tinggi. Kandungan aflatoksin pada pakan dapat dijadikan indikator aman tidaknya pakan tersebut untuk diberikan kepada ternak. Hasil analisis terhadap aflatoksin produk hasil fermentasi ampas kelapa yang dilakukan pada penelitian ini mempunyai kandungan aflatoksin yang relative aman untuk ternak, dimana ambang batas yang diijinkan untuk pakan ternak yaitu pakan dengan kandungan Aflatoksin < 20 ppb.





BAB IV
KESIMPULAN

1.    Ampas kelapa fermentasi mempunyai potensi sebagai pakan karena memiliki kadar protein 26,9%; Kecernaan bahan kering in vitro 95,1% dan kecernaan bahan organik in vitro 98,82%. 
2.      Proses fermentasi dapat menurunkan kadar lemak ampas kelapa sebesar 11,39%. 
3.      Pakan yang dihasilkan dalam proses fermentasi ini cukup aman untuk dikonsumsi olah ternak karena memiliki kandungan aflatoksin B1, B2, G1, dan G2 pakan < 20 ppb
 



DAFTAR PUSTAKA


DERRICK. 2005. Protein in Calf Feed. http:
             //www.winslowfeeds.co.nz/pdfs/feedingcalvesarticle. pdf. (2 Februari 2005).

HELMI HAMID, T. PURWADARIA, T. HARYATI dan A.P. SINURAT. 1999.
Perubahan nilai bilangan peroksida bungkil kelapa dalam proses penyimpanan dan fermentasi. JITV 4(2): 102 – 106.

KETAREN, P.P., A.P. SINURAT, D. ZAINUDDIN, T. PURWADARIA dan I-P.
KOMPIANG. 1999. Bungkil inti sawit dan produk fermentasinya sebagai pakan ayam pedaging. JITV 4(2): 107 – 112.

PURWADARIA, T., T. HARYATI, J. DARMA dan O.I. MUNAZAT. 1995. In vitro
digestibility evaluation of fermented coconut meal using Aspergillus niger NRRL 337. Bul. Anim. Sci. Special ed. pp. 375 – 382.

SUDARMAJI, S., R. KASDMIDJO, SARDJONO, D. WIBOWO; S. MARGINO dan
S.R. ENDANG. 1989. Mikrobiologi Pangan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

SUPRIYATI, T. PASARIBU, H. HAMID dan A. SINURAT. 1999. Fermentasi bungkil
inti sawit secara substrat padat menggunakan Aspergillus niger. JITV 3(2): 165 – c170.