WELCOME

Terimakasih Telah Mengunjungi Blog Saya

Minggu, 12 Juni 2011

Mikroba Rumen

MIKROBIOLOGI RUMEN
4.1. JENIS MIKROBA RUMEN
Telah dijelaskan dimuka bahwa mikroorganisme didalam retikulo-rumen
mempunyai peranan penting dalam proses fermentasi pakan. Oleh karena itu perlu
dipelajari mikrobiologi yang ada didalamnya.
Secara garis besar terdapat 4 kelompok utama mikroba rumen, yaitu: bakteri,
protozoa, jamur dan bakteriophage atau virus. Secara kuantitatif golongan terakhir
belum diketahui. Disamping itu terdapat sejumlah amoeba yang juga belum diketahui
secara pasti populasinya.
Uraian berikut ini akan membahas ketiga golongan utama mikroba rumen yaitu:
bakteri, protozoa dan jamur; dengan pertimbangan bahwa peranan mereka telah banyak
diketahui dalam proses fermentasi pakan ternak ruminansia

4.1.1. BAKTERI RUMEN
Disebabkan karena sebagian besar bakteri rumen berbentuk cocci kecil,
morfologinya tidak dapat dipakai sebagai dasar klasifikasi untuk membedakan spesies.
Sebagai gantinya bakteri rumen diklasifikasikanatas dasar macam substrat yang
digunakan sebagai sumber energi utama, yakni:

Bakteri Selulolitik

Bakteri ini menghasilkan enzim yang dapat menghidrolisis ikatan glukosida �� 1.4,
sellulosa dan dimer selobiosa. Sepanjang yang diketahui tak satupun hewan yang
mampu memproduksi enzim selulase sehingga pencernaan selulosa sangat tergantung
pada bakteri yang terdapat di sepanjang saluran pencernaan pakan. Bakteri selulolitik
akan dominan apabila makanan utama ternak berupa serat kasar. Contoh bakteri
selulolitik antara lain adalah :
�� Bacteriodes succinogenes
�� Ruminicoccus flavefaciens
�� Ruminicoccus albus
�� Cillobacterium cellulosolvens

b. Bakteri Hemiselulolitik
Hemiselulosa berbeda dengan selulosa terutama dalam kandungan pentosa ,
gula heksosa serta biasanya asam uronat. Hemiselulosa merupakan struktur
polisakarida yang penting dalam dinding sel tanaman. Mikroorganisme yang dapat
menghidrolisa selulosa biasanya juga dapat menghidrolisa hemiselulosa. Meskipun
demikian ada beberapa spesies yang dapat menghidrolisa hemiselulosa tetapi tidak
dapat menghidrolisa selulosa. Contoh bakteri hemiselulolitik antara lain:
�� Butyrivibrio fibriosolven
�� Bacteriodes ruminicola

c. Acid Utilizer Bacteria (bakteri pemakai asam)

Beberapa janis bakteri dalam rumen dapat menggunakan asam laktat meskipun
jenis bakteri ini umumnya tidak terdapat dalam jumlah yang berarti. Jenis lainnya dapat
menggunakan asam suksinat, malat dan fumarat yang merupakan hasil akhir fermentasi
oleh bakteri jenis lainnya. Asam format dan asetat juga digunakan oleh beberapa
spesies, meskipun mungkin bukan sebagai sumber enersi yang utama. Asam oksalat
yang bersifat racun pada mamalia akan dirombak oleh bakteri rumen, sehingga
menyebabkan ternak ruminansia mampu mengkonsumsi tanaman yang beracun bagi
ternak lainnya sebagai bahan makanan.
Beberapa spesies bakteri pemakai asam laktat yang dapat dijumpai dalam
jumlah yang banyak setelah ternak mendapatkan tambahan jumlah makanan butiran
maupun pati dengan tiba-tiba adalah :
�� Peptostreptococcus bacterium
�� Propioni bacterium
�� Selemonas lactilytica

d. Bakteri Amilolitik

Beberapa bakteri selulolitik juga dapat memfermentasi pati, meskipun demikian
beberapa jenis bakteri amilolitik tidak dapat menggunakan/memfermentasi selulosa.
Bakteri amilolitik akan menjadi dominan dalam jumlahnya apabila makanan
mengandung pati yang tinggi, seperti butir-butiran. Bakteri amilolitik yang terdapat di
dalam rumen antara lain:
�� Bacteriodes amylophilus
�� Butyrivibrio fibrisolvens
�� Bacteroides ruminicola
�� Streptococcus bovis
e. Sugar Untilizer Bacteria (bakteri pemakai gula)

Hampir semua bakteri pemakai polisakarida dapat memfermentasikan disakarida
dan monosakarida. Tanaman muda mengandung karbohidrat siap terfermentasi dalam
konsentrasi yang tinggi yang segera akan mengalami fermentasi begitu sampai di
retikulo-rumen.
Kesemua ini merupakan salah satu kelemahan/kerugian dari sistem pencernaan
ruminansia. Sebenarnya gula akan lebih efisien apabila dapat dicerna dan diserap
langsung di usus halus.

f. Bakteri Proteolitik

Bakteri proteolitik merupakan jenis bakteri yang paling banyak terdapat pada
saluran pencernaan makanan mamalia termasuk karnivora (carnivora). Didalam rumen,
beberapa spesies diketahui menggunakan asam amino sebagai sumber utama enersi.
Beberapa contoh bakteri proteolitik antara lain:
�� Bacteroides amylophilus
�� Clostridium sporogenes
�� Bacillus licheniformis

g. Bakteri Methanogenik

Sekitar 25 persen dari gas yang diproduksi didalam rumen adalah gas methan.
Bakteri pembentuk gas methan lambat pertumbuhannya. Contoh bakteri ini antara lain:
�� Methanobacterium ruminantium
�� Methanobacterium formicium

h. Bakteri Lipolitik

Beberapa spesies bakteri menggunakan glycerol dan sedit gula. sementara itu
beberapa spesies lainnya dapat menghidrolisa asam lemak tak jenuh dan sebagian lagi
dapat menetralisir asam lemak rantai panjang menjadi keton.
Enzim lipase bakteria dan protozoa sangat efektif dalam menghidrolisa lemak
dalam chloroplast. Contoh bakteri lipolitik antara lain:
�� Anaerovibrio lipolytica
�� Selemonas ruminantium var. Lactilytica
Bakteri Ureolitik

Sejumlah spesies bakteri rumen menunjukkan aktivitas ureolitik dengan jalan
menghidrolisis urea menjadi CO2 dan amonia. Beberapa jenis bakteri ureolitik menempel
pada epithelium dan menghidrolisa urea yang masuk kedalam rumen melalui difusi dari
pembuluh darah yang terdapat pada dinding rumen. Oleh karena itu konsentrasi urea
dalam cairan rumen selalu rendah. Salah satu contoh bakteri ureolitik ini misalnya
adalah Streptococcus sp.
Di dalam rumen yang normal biasanya jumlah bakteri ini mencapai antara 15 - 80
x 109 isi rumen. Meskipun demikian jumlah ini mngkin dapat menurun sampai hanya 4 x
109 permililiter pada ternak yang diberi pakan wheat straw dan pada kondisi padang
rumput yang bagus jumlah ini dapat naik setinggi 88 x 109 permililiter pada domba.
4.1.2. PROTOZOA RUMEN
Sebagian besar protozoa yang terdapat didalam rumen adalah cilliata meskipun
flagellata juga banyak dijumpai. Cilliata ini merupakan non pathogen dan anaerobic
michroorganism. Pada kondisi rumen yang normal dapat dijumpai ciliata sebanyak 105 -
106 perml isi rumen.
Sejak pertama kali ditemukan oleh Gruby and Delafond (1843), telah banyak
dilakukan penelitian tentang taksonomi, fisiologi dan nutrisi cilliata. Seperti halnya
bakteri, cilliata juga mampu memfermentasi hampir seluruh komponen tanaman yang
terdapat didalam rumen seperti: selulosa, hemiselulosa, fruktosan, pektin, pati, gula
terlarut dan lemak.
Dari hasil serangkaian studi, diperoleh informasi bahwa ciliata diduga
mempunyai peranan sebagai sumeber protein dengan keseimbangan kandungan asam
amino yang lebih baik dibandingkan dengan bakteri sebagai makanan ternak
ruminansia. Selain itu ciliata/protozoa juga menelan partikel-partikel pati sehingga
memperlambat terjadinya fermentasi. Sepanjang hanya spesies tertentu dari ciliata ini
yang mampu mencerna selulosa dengan hasil akhir berupa asam lemak terbang (VFA).
Meskipun telah lama dipelajari, ciliata masih merupakan organisme yang rumit
untuk diidentifikasikan secra tegas, karena organisme ini tidak mempunyai hubungan
sama sekali dengan hewan bersel tunggal lainnya.

Ciliata rumen dari famili Ophryoscolecidae mempunyai struktur yanga sama
dengan metazoa seperti: mulut, oesophagus, lambung, rectum, anus dan bahkan sedikit
kerangka dan sistem syaraf.
Seperti telah disebutkan dimuka, taksonomi ciliata rumen masih tidak konsisten.
Demikian pula terhadap flagellata, hanya sedikit yang diketahui tentang taksonominay
saat ini.
Tidak seperti bakteri rumen, ciliata dapat diklasifikasikan atas dasar morfolginya
karena ukuran selnya cukup besar yaitu antara 200 - 200 mm.
Ciliata rumen dapat dibedakan menjadi 3 ordo yaitu:
�� Ordo Prostomatida
�� Ordo Trichostomatida
�� Ordo Entodiniomorphida
Dari ketiga ordoa tersebut di atas, Ordo Entodiniomorphida adalah yang
terbanyak dijumpai dalam rumen baik dari segi jumlah spesies maupun frekuensi
terdapatnya. sementara itu dari ordo lainnya hanya terdiri dari beberapa spesies saja
meskipun frekuensi terdapatnya cukup tinggi.
Ordo Entoiniomorphida terbagi kedalam 6 famili, yaitu:
�� Ophryoscolecidea �� Dixtiidae
�� Cyclophostiidae �� Telanodiniidae
�� Polydiniellidae �� Tryglodytellidae
Dari keenam famili tersebut hanya Ophryoscolecidae yang ditemukan pada
rumen, sedangkan famili lainnya terdapat pada usus kuda, tapir, gajah, badak, kuda nil
,babi rusa serta orang utan. Meskipun klasifikasi ciliata rumen dapat ditemukan
sebagaimana tersebut dimuka, para ahli makanan ternak ruminansia maupun ahli
fisiologi lebih suka mengklasifikasikan protozoa/ciliata rumen kedalam dua kelompok
besar yaitu: Oligotricha dan Holotricha disamping taksonomi versi lain seperti terlihat
pada Gambar 11.
Skema di bawah ini adalah taksonomi klas Ciliata menurut Honigberg et al
(1964) yang dikutip oleh Clarke (1977). Meskipun demikian ahli lain (Ogimoto and Imai,
1981) memberikan klasifikasi ciliata rumen yang berbeda yaitu berdasarkan pada
organella sel seperti ada tidaknya vakula, kerangka dan posisi cilia.
Oligotrichia yang mempunyai ukuran sel lebih kecil dan hanya memiliki cilia di
sekitar prostoma (mulut)
Holotricha yang mempunyai ukuran sel lebih besar dengan cilia menutup
seluruh tubuh
Class Ciliates
Holotricha Spirotrichia
ORDER ORDER
Thigmotrichida Heterotrichida
Cyrtophorina
Gymnostomatida Oligotrichida
Rhabdophorina
Chonotrichida Odontostomatida
BUTSCHIIDAE
Apostomatida Hypotrichida
OPHRYOSCHOLECIDAE Entodiniomorphida
Astomatida
ISOTRICHIDAE
Trichostomatida Tintinnida
BLEPHAROCORIDAE
Hymenostomatida
Holotrichs Entodiniomorphs
Gambar 11. Skema taksonomi ciliata rumen. Famili dari cilita rumen dicetak huruf besar
Oligotricha (Entodiniomorph)
Jenis ini hanya sedikit sekali menggunakan gula terlarut sebagai makananannya,
akan tetapi butir-butir pati akan menjadi sasaran utama untuk dimangsanya. Beberapa
spesies juga memangsa amilopektin dari Holotricha disamping ada pula yang secara
aktif menelan serat kasar tanaman dan mencerna selulosa. Akan tetapi hasil penelitian
terakhir meragukan kemampuan protozoa rumen untuk dapat mencerna selulosa.
Pencernaan selulosa dapat dilakukan karena protozoa memangsa bakteri dan bakteri
inilah yang akan menghasilkan enzim selulase didalam tubuh protozoa sehingga
selulosa yang dimangsa dapat dicerna. Bakteri selulolitik juga diketahui hidup secara
simbiosis dengan Oligotricha didalam selnya. Spesies penting dari Oligotricha antara
lain:
�� Diplodinium dentatum
�� Eudiplodinium bursa
�� Polypastron multivesiculatum
�� Entodinium caudatum

Holotricha

Ciri-ciri umum dari Holotricha adalah: pergerakannya yang cepat, bentuk sel
umumnya oval dan terdapat dalam konsentrasi yang tinggi bila makanan utama
Holotricha dapat menggunakan glukosa, fruktosa, sukrosa dan pektin. Karbohidrat akan
disimpan dalam bentuk amilopektin (salah satu bentuk rantai panjang pati). Jenis ciliata
rumen ini mempunyai peranan penting dalam metabolisme karbohidrat dengan jalan menelan gula segera setelah masuk ke rumen dan menyimpannya dalam bentuk amilopektin, yang selanjutnya akan melepaskan kembali senyawa ini kedalam cairanrumen pada saat populasi Holotricha mengalami lisis atau pada fase pertumbuhannya.
Mekanisme ini mempunyai pengaruh positif terhadap tersedianya karbohidrat dapat terfermentasi (fermentable carbohydrate) bagi bakteri rumen, terutama apabila tidak terdapat lagi karbohidrat dalam makanan misalnya pada saat ternak beristirahat.
Meskipun demikian apabila didalam rumen terdapat kandungan gula yang terlarut
sangat tinggi, kelompok Holotricha akan terus memangsa senyawa tersebut hingga pada saat sel ciliata pecah karena tidak terdapatnya kontrol mekanisme pembatas
konsumsi. Beberapa spesies Holotricha yang penting antara lain:
�� Isotricha intestinalis
�� Isotricha prostoma
�� Dasytricha rumiantium
Baik Holotricha maupun Oligotricha secara aktif memangsa bakteri, bahkan beberapa Holotricha besar juga memangsa Oligotricha kecil. Selain daripada itu diantara mereka dari suatu jenis/spesies juga terjadi kanibalisme.
Sebagian besar protozoa dengan cepat akan memangsa dan menghidrolisis bermacam-macam protein dengan menghasilkan amoniak berasal dari kelompok amida dan akan melepaskan asam-asam amino serta peptida-peptida. Dibandingkan dengan bakteri, populasi protozoa rumen sangat bervariasi besarnya (jumlahnya) dari nol sampai 5 x 106 perml isi rumen. meskipun demikian pada
umumnya jumlah yang terdapat didalam rumen berkisar antara 0,2 - 2,0 x 106 perml.

Contoh ragam morfologi Ciliata rumen yang tergolong Holotricha disajikan pada Gambar
11, dan yang tergolong Oligotricha disajikan pada Gambar 12 berikut.


4.1.3. JAMUR RUMEN
Sebagaimana diuaraikan oleh Trinci et al. (1994) bahwa awal penemuan jamur rumen ini melalui sejarah panjang yaitu saat Braune (1913) dan Hsuing (1930)
mendiskripsi Callimastix frontalis dan C. equi sebagai protozoa. Mikroba yang pertama
kali diisolasi dari caecum kuda ini memiliki polyflagella dan dikelompokkan ke dalam
satu genus dengan parasit copepoda air tawar, sedangkan C. jolepsi ditemukan di
dalam tubuh keong air tawar. Jenis lain yang ditemukan di dalam rumen serta memiliki
monoflagella dikelompokkan ke dalam genus Piromonas dan Sphaeromonas. Namun
Weissenberg (1950) berkesimpulan bahwa C. cyclopsis mungkin bukan dari jenis
protozoa melainkan adalah spora kembara (zoospora) dari jamur. Pendapat ini didukung
oleh Vavra dan Joyon (1966) ketika mereka menemukan bagian vegetatip jamur yang
berupa thallus. Oleh karena itu Vavra dan Joyon mengelompokkan jenis yang memiliki
poliflagella, Callimastix frontalis kedalam genus baru protozoa Neocallimastix dan
memberikan nama Neocallimastix frontalis.
Sampai dengan tahun 1977 jamur rumen masih belum banyak menarik perhatian
para ahli untuk menelitinya. Clarke (1977) misalnya dalam salah satu bab yang berjudul
‘”The Gut and Its Microorganisms” hanya menyebut ragi (yeast) dan kapang (moulds)
sebagai jamur dan dijumpai rumen. Demikian pula disebutkan bahwa kedua jenis jamur
tersebut hanya lewat/singgah (=transients) di saluran pencernaan hewan ruminansia.
Hal ini dibuktikan bahwa pembiakan kedua jenis jamur tersebut dengan simulator
kondisi di dalam rumen tidak menghasilkan pertumbuhan . Lebih jauh dari itu para ahli
selama ini lebih banyak menggunakan cairan rumen dalam meneliti mikrobiologinya
dibandingkan dengan mengamati apa sebenarnya yang terdapat pada digesta rumen.
Disamping itu sepanjang yang diketahui belum pernah ada laporan tentang jamur
anaerobik sebagaimana kondisi di dalam rumen. Kenyataan ini menjadi berubah setelah
Orpin (1978) melaporkan bahwa mikroorganisme yang selama ini dianggap sebagai
flagelatta diduga adalah spora kembara (zoospores) dari Phycomycetes (jamur primitif).
Dugaan ini dibuktikan dengan bantuan mikroskop elektron oleh Bauchop(1979) bahwa
pada digesta herbivora (domba, sapi, kuda, impala, kangaroo, gajah) terdapat bentuk
mikroorganisme yang mirip dengan phycomycetes dengan struktur umum terdiri dari
hypa dan thallus (Gambar 13) yang merupakan bentuk vegetatif-generatif dari satu
siklus hidup jamur phycomycetes. Sedangkan sel kembara yang dianggap sebagai
flgelatta selama bertahun-tahun memang hidup pada cairan rumen sampai menemukan
partikel tanaman yang akan digunakan sebagai media tumbuh. Siklus kehidupan jamur.
anaerobik rumen diilustrasikan secara sederhana oleh Bauchop (1981) pada Gambar
14. Namun pada perkembangan selanjutnya siklus hidup jamur anaerobik ternyata
memiliki keragaman diantara genus atau species yang ada. Untuk memberikan
gambaran tentang siklus hidup beragam jamur anaerobik tersebut dapat dilihat pada
Gambar 15 dan 16 berikut.

jamur yang telah dikenal hingga tahun 1981, baik peranannya dalam fermentasi maupun
diskripsi morfologinya. Namun Trinci et al. (1994) telah merangkum ragam species jamur
anaerobik rumen yang lebih lengkap sebagaimana tercantum pada Tabel 3.
Gambar
Gambar 14. Siklus hidup jamur anaerobik rumen (Bauchop, 1981)

Gambar 15. Siklus hidup genus Neocallismatix (Orpin and Joblin, 1988)

Tabel 3. Species jamur anaerobik yang telah diisolasi dari hewan herbivora

Karakteristik Genus Species Sumber Isolat Caecomyces
Monosentrik atau
polisentrik ; zoospora uniflagella ;
spherical holdfast
Caecomyces communis1
Caecomyces equi
Domba
Kuda

Piromyces
Monosentrik ; zoospora uniflagella ;
fillamentous rhizomycelium
Piromyces communis2
Pyromyces mae
Pyromyces dumbonica
Pyromyces rhinzinflata
Pyromyces minutus
Pyromyces spiralis
Domba
Kuda
Gajah
Keledai Sahara
Rusa
Kambing

Neocallimastix
Monosentrik;
Zoospora poliflagella
Extensip, filamentous
rhizomycelium
Neocallimastix frontalis
Neocallimastix patriciarum3
Neocallimastix hurleyensis
Neocallimastix variabilis
Domba
Domba
Domba
Sapi

Anaeromyces
Polisentrik; zoospora uniflagella,
filamentous rhizomycelium
Anaeromyces elegans4
Anaeromyces
Sapi
Domba

Orpinomyces
Polisentrik; zoospora poliflagella,
filamentous rhizomycelium
Orpinomyces joyonii5 Domba
1 Sebelumnya disebut Shaeromonas communis (Orpin, 1976)
2 Ditto Piromonas communis (Orpin, 1977b)
3 Ditto Neocallimastix frontalis (Orpin, 1975)
4 Ditto Ruminomyces elegans (Ho et al., 1990)
5 Ditto Neocallimastix joyonii (Brenton et al., 1989)
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI POPULASI MIKROBA RUMEN

Beberapa faktor telah diketahui sebagai kendala terhadap populasi mikroba rumen. Faktor-faktor tersebut antara lain: suhu, komposisi gas, pengaruh osmotik dan ionik, keasaman, tersedianya nutrisi dan keluarnya cairan atau masuknya aliran ke rumen. Lambung ruminansia secara umum dapat dipandang sebagai wahana yang ideal bagi pertumbuhan mikroorganisme karena adanya faktor:
�� ukuran lambung besar
�� tersedianya substrat secara kontinyu
�� percampuran makanan selalu terjadi
�� kontrol terhadap keasaman (pH) lambung dapat dilakukan dengan melalui
buffering action dari saliva serta dinding rumen
�� terjadinya pembuangan zat-zat terlarut yang dapat menghambat proses metabolisme dan adanya pembuangan bahan padat ke bagian saluran pencernaan lainnya. Hewan yang bersangkutan hanya dapat mengatur aktivitas mikroba rumen dalam keterbatasan kemampuan yang dimiliki seperti disebutkan diatas. Oleh karena itu faktorfaktor lainnya ditentukan oleh kondisi fisiologis pertumbuhan serta adanya interaksi antara mikroba rumen seperti: sinergisme, penghambatan dan kompetisi diantara spesies atau dengan mikroorganisme lainnya.
Pada awal perkembangannya komposisi mikroba di dalam rumen pada hewan yang baru lahir sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang komplek dan tergantung pada lingkungan mikro kimia yang dipengaruhi oleh jenis pakan yang dikonsumsi. Segera setelah terbentuk maka komposisi mikroba rumen akan sangat stabil kecuali terjadi perubahan komposisi pakan. Patron suksesi yang kompleks pada hewan yang baru lahir meliputi konsorsium mikroba yang dibutuhkan sepanjang kehidupannya (seperti misalnya pentingnya keberadaan bakteri pencerna serat kasar) ditemukan dalam populasi bakteri sejak hewan tersebut berusia 4 hari. Pada kondisi khusus dimana tidak terdapat suksesi ekologis seperti pada hewan gnotobiotik, kelompok individu bakteri misalnya bakteri selulolitik dapat diinokulasikan dan mampu mengkoloni permukaan jaringan namun mereka tidak dapat membentuk konsorsium fungsional yang mampu mencerna selulosa. Berdasarkan hal ini maka perubahan komposisi mikroba hanya dapat dilakukan sepanjang terjadi pula perubahan nutrisi substrat dimana populasi mikroba tersebut tumbuh .

4.2.1. Temperatur (suhu)
Temperatur rumen dikatakan normal apabila berada pada kisaran antara 39 - 41��C. Segera setelah makan, temperatur rumen biasanya akan meningkat sampai dengan 41��C, terutama selam proses fermentasi terjadi didalam rumen. Sebaliknya temperatur akan menurun sampai dibawah suhu normal bila ternak minum air dingin Kondisi ini akan dapat mempengaruhi populasi mikroba rumen terutama pada spesies-spesies tertentu yang sangat peka terhadap perubahan temperatur lingkungan.
Protozoa rumen dilaporkan sebagai mikroorganisme yang tidak dapat bertahan
hidup pada suhu diatas 40��C (Hungate, 1966). Demikian pula penurunan suhu rumen dibawah suhu normal setelah hewan minum air dingin akan mempengaruhi aktivitas mikroba ini.

4.2.2. Keasaman (pH)
Dalam kondisi anaerobik serta suhu diantara 39 - 40��C, keasaman rumen berkisar antara 5,5 - 7,0. Keasaman lambung atau rumen dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti macam pakan serta waktu setelah makan.
Macam pakan akan mempengaruhi hasil akhir fermentasi, yaitu asam lemak terbang (VFA) serta konsentrasi bikarbonat dan fosfat yang disekresikan oleh hewan yang bersangkutan dalam bentuk saliva. Konsentrasi VFA pada umumnya menurun dengan menignkatnya keasaman rumen. Untuk menjaga agar pH rumen tidak menurun atau meningkat secara drastis maka perlu adanya hijauan didalam ransum dalam proporsi yang memadai (�� 40 persen dari total ransum atau dengan kadar serat kasar sekitar 20 persen) dimana 70 persen dari serat kasar ini harus dalam bentuk
polisakarida berstruktur untuk dapatmerangsang produksi saliva selama proses ruminasi. Skema pengaturan pH didalam kaitannya dengan macam pakan yang diberikan dapat dilihat pada Gambar 18. Akibat terjadinya perubahan keasaman rumen, komposisi mikroba akan berubah.
Apabila pH rumen mendekati 6, jumlah bakteri asam laktat (misalnya gram positif batang) akan meningkat sehingga konsentrasi asam laktat didalam rumen akan meningkat. salah satu spesies bakteri yang tahan terhadap keadaan keasaman rumen yang rendah adalah Megasphaera elsdenii (lihat Gambar 19 dan 20).
Protozoa rumen sangat sensitif terhadap perubahan pH dan akan mati pada pH rumen dibawah 5,5. Jamur rumen perkembangbiakannya (zoosporogenesis) juga
terlambat apabila pH rumen kurang atau diatas 6,5.

4.2.3. Pengaruh Osmotik dan ionik
Tidak seperti protozoa, bakteri relatif tahan terhadap perubahan tekanan osmotik. Hal ini antara lain disebabkan adanya kemampuan bakteri untuk mempertahankan konsentrasi beberapa ion yang terdapat didalam sel.

4.2.4. Komposisi Gas
Komposisi gas didalam rumen kurang lebih terdiri dari 63-63,35 persen CO2; 26,76-27 persen CH4; 7 persen N2 dan sedikit H2S, H2 dan O2. Karena kondisi anaerob didalam rumen merupakan faktor yang sangat penting maka produksi CO2 pada proses
fermentasi sangat menentukan terciptanya kondisi anaerob.
Mekipun O2 juga dijumpai didalam rumen terutama pada bagian saccus dorsalis,
tekanan O2 pada digesta rumen sangat kecil. Oksigen yang masuk kedalam rumen melalui proses menelan akan segera digunakan oleh bakteri-bakteri fakultatif anaerobik seperti Sterptococcus bovis. Salah satu akibat dari proses ini adalah redox potensial (EH) didalam rumen akan selalu konstan dan rendah yaitu berkisar antara -250 mV sampai dengan -450 mV. Peranan hidrogen dalam proses produksi methana adalah sebagai sumber elektron, sehingga rendahnya kadar H2 didalam rumen merupakan petunjuk adanya aktivitas menggunakan H2 untuk mengurangi CO2 menjadi CH. Disamping itu, karena untuk membentuk 1 mol CH4 diperlukan 4 mol H2, maka laju penggunaan H2 adalah empat kali laju produksi methana, sehingga H2 didalam rumen tidak pernah terakumulir.
Meskipun kadar nitrogen didalam rumen sangat rendah, beberapa jenis bakteri memerlukan unsur N untuk pertumbuhannya. sumber utama nitrogen untuk bakteri adalah amonia (NH3), peptida dan asam amino dari makanan.

4.2.5. Tekanan Permukaan
Tekanan permukaan cairan rumen biasanya diantara 45 - 59 dynes/cm. Belum banyak informasi yang diperoleh tentang pengaruh tekanan permukaan terhadap perubahan populasi mikroba rumen. Namun demikian kasus terjadinya kembung (bloat) adalah erat kaitannya dengan perubahan tekanan permukaan. Demikian pula perubahan tekanan permukaan telah diketahui dapat mempengaruhi tekanan permukaan seperti protein dan lemak makanan serta cairan empedu. Dari faktor-faktor tersebut cairan empedu merupakan faktor dominan karena kemampuannya dalam menghasilkan unsur detergent yang bersifat racun terhadap bakteri.

4.2.6. Variasi Harian
Konsentrasi mikroba rumen akan berfluktuasi sepanjang hari. Beberapa faktor penyebabnya antara lain: makanan, kelaparan (starvation) dan pengenceran (dilution rate) cairan rumen. Fluktuasi protozoa mungkin erat kaitannya dengan perubahan pH rumen disamping faktor lainnya.

4.2.7. Nutrisi
Secara umum kebutuhan nutrisi mikroba rumen dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. sebagai sumber enersi
2. sebagai sumber untuk melakukan biosintesis.
Enersi yang diperlukan mikroba diperoleh dari proses fermentasi polimer tanaman terutama selulosa dan pati dengan menghasilkan VFA, CH4 dan CO2. Sedangkan untuk proses biosintesis diperoleh dari protein yaitu dari unsur-unsur C, H, O, N dan S.

4.2.7.1. Pakan Komposisi pakan sangat menentukan terhadap hasil akhir fermentasi serta laju pengenceran (dilution rate) isi rumen. Jika ransum basal mengandung serat kasar tinggi maka bakteri selulolitik akan dominan karena kehadirannya menentukan terjadinya proses fermentasi selulosa. Sebaliknya protozoa akan berkurang jumlahnya. Jamur karena sifatnya adalah selulolitik akan meningkat jumlahnya pada kondisi ini.
Keadaan yang sebaliknya akan terjadi jika proporsi konsentrat meningkat dalam pakan.

4.2.7.2. Frekuensi Pemberian Pakan
Dengan meningkatnya frekuensi makan (karena bertmbahnya frekuensi suplai makan) fluktuasi pH rumen akan berkurang. Hal ini akan meningkatkan populasi mikroba. Peningkatan populasi protozoa dari 1,15 x 106 menjadi 3,14 x 106 telah dilaporkan jika frekuensi pemberian pakan ditingkatkan dari satu kali menjadi empat kali sehari.

4.2.7.3. Tingkat Konsumsi
Konsumsi sukarela (voluntary intake) ransum dapat ditingkatkan tiga sampai empat kali kebutuhan hidup pokok apabila konsentrat diberikan dalam ransum. Dengan meningkatnya konsumsi, volume rumen dan sekresi saliva ke rumen serta laju pengeluaran digesta dari rumen akan meningkat.

4.2.8. Faktor-Faktor Lain
4.2.8.1. Pemeberian Bahan Kimia
Pemberian antibiotika dalam ransum akan menurunkan populasi bakteri.
Demikian pula pemberian bahan detergent akan dapat mematikan protozoa. Bahan
detergent seperti Manoxol OT, Aerosol OT dan Alkanate lazim digunakan sebagai
bahan untuk defaunasi. Bahan anti jamur seperti Actidions juga telah dilaporkan dapat mematikan jamur rumen, meskipun penelitian lain gagal menggunakan Actidions untuk menghilangkan jamur dari dalam rumen.

4.2.8.2. Pengaruh Individu Ternak
Tiap individu mempunyai variasi jenis dan jumlah mikroba yang berbeda. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya perbedaan dalam hal tingkah laku makan dan minum atau adanya perbedaan dalam hal volume rumen serta laju pengeluaran isi rumen ke alat pencernaan lainnya.

4.2.8.3. Kompetisi Makanan
Seperti dijelaskan dimuka bahwa mikroba rumen membutuhkan zat-zat essensial
tertentu untuk pertumbuhan. Penggunaan polisakarida oleh protozoa akan berakibat
pengurangan substrat bagi bakteri sehingga populasi bakteri pemekai polisakarida akan
menurun bila kondisi ini terjadi di dalam  rumen.

4.3. INTERAKSI ANTARA MIKROBA DI DALAM RUMEN

Populasi mikroba sangat bervariasi tergantung pada jenis hewan, diantara hewan yang sama ada kemungkinan pada daerah (negara) yang berbeda meskipun dengan jenis makanan yang sama. Meskipun demikian hasil akhir fermentasi relatif sama. Kesemuanya ini tergantung pada jenis interaksi yang terjadi antar mikroba didalam rumen.

4.3.1. Interaksi Antar Bakteri
Interaksi antar bakteri terjadi baik pada bakteri yang terdapat/menenmpel pada partikel digesta maupun yang terdapat pada ephitelium rumen. Bentuk hubungan ini biasanya bersifat mutualisme dimana hasil hasil fermentasi oleh satu jenis bakteri akan digunakan oleh bakteri jenis lainnya untuk pertumbuhannya.
Contoh hubungan ini adalah proses fermentasi selulosa menjadi VFA dimana terjadi interaksi antar bakteri penghasil hidrogen dan bakteri pemakai hidrogen.
Jenis interaksi ini hampir seluruhnya menguntungkan, sehingga sangat kecil kemungkinan untuk dilakukan manipulasi akan interaksi yang ada kecuali penghambatan methanogenesis.

4.3.2. Interaksi Antara Protozoa-Bakteri
Telah banyak bukti yang menunjukkan bahwa interaksi antara protozoa dan bakteri didalam rumen lebih bersifat kompetitif. Protozoa memangsa bakteri yang terdapat pada cairan rumen dan mencernanya sebagai sumber asam amino bagi pertumbuhannya, akibatnya biomassa bakteri akan berkurang sehingga alju kolonisasi partikel makanan didalam rumen akan berkurang pula. Pengaruh ini mungkin kurang nyata pada ternak ruminansia dengan pakan basal yang mengandung banyak partikel terlarut misalnya gula, pati dan sebagainya. Akan tetapi jika pakan basal adalah limbah pertanian, maka pengaruh penurunan biomassa bakteri akibat dimangsa oleh protozoa akan kelihatan nyata sekali dengan diperpanjangnya lag phase yakni suatu keadaan dimana tidak terjadi pencernaan sama sekali. Seperti telah disebutkan dimuka, kehadiran protozoa dalam jumlah/populasi tinggi akan membantu pencegahan terjadinya acidosis apabila ransum basal berupa gula terlarut atau pati, karena protozoa akan menelan partikel gula dan pati sehingga fermentasi kedua senyawa oleh bakteri tersebut dapat ditunda sampai senyawa tersebut dilepas kembali pada saat terjadinya lysis atau pecahnya sel protozoa akibat terlalu banyak menyimpan amilopektin. Diperkirakan tiap ekor protozoa dapat memangsa bakteri dengan kecepatan antara 130 - 21200 bakteri/protozoa/jam pada kondisi kepadatan bakteri 109 sel/ml.
Pencernaan bakteri dalam sel protozoa dapat berkisar antara 345 – 1200 bakteri/protozoa/jam. Jumlah ini akan setara dengan 2,4 - 45 persen bakteri bila
konsentrasi protozoa mencapai 106/ml isi rumen domba.
Jenis Entodinium dan protozoa besar lebih selektif dalam memangsa bakteri dan lebih menyukai aneka spesies bakteri. Sementara itu spesies Entodinia memangsa bakteri selulolitik jauh lebih cepat daripada bakteri jenis lainnya. Kondisi optimal terjadinya predasi adalah pH rumen sekitar 6,0 dan akan menurun apabila pH lebih tinggi atau lebih rendah dari 6,0.

4.3.3. Interaksi Antara Bakteri-Jamur dan Protozoa
Populasi jamur rumen (zoospores) telah dilaporkan meningkat setelah defaunasi
(menghilangkan protozoa dari rumen)
Sebagai akibat meningkatnya populasi jamur rumen setelah proses defaunasi, daya cerna serat kasar akan meningkat secara nyata 6 - 10 unit/24 jam. Disamping itu jumlah bakteri juga meningkat apabila protozoa dihilangkan dari rumen sehingga pada kondisi pakan dengan kandungan protein rendah tapi kandungan enersi tinggi, diperoleh kenaikan produksi wool serta bobot badan. Hasil penelitian ini sangat bertentangan dengan pendapat terdahulu yang melaporkan bahwa faunated-animals tumbuh lebih baik daripada defaunated-animals. Kesenjangan ini terjadi hanya karena adanya perbedaan pakan basal yang digunakan dalam penelitian yaitu pada penelitian terdahulu dipakai pakan dengan kadar protein tinggi, sedangkan penelitian yang berikutnya menggunakan pakan basal limbah pertanian. Rangkuman dari beberapa hasil penelitian oleh Ushida et al. (1991) menyatakan bahwa defaunasi memberikan pengaruh positip terhadap efisiensi penggunaan enersi yang digunakan untuk proses sintesis protein mikrobial. Meskipun demikian peningkatan laju aliran protein mikroba ke dalam duodenum diperoleh melalui proses multiplikasi hasil protein mikroba akibat meningkatnya jumlah bahan organik yang terfermentasi di dalam rumen. Oleh karena itu jika defaunasi tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan jumlah bahan organik terfermentasi di dalam rumen, maka meskipun defaunasi yang dilakukan memberikan peningkatan efisiensi penggunaan enersi oleh mikroba, maka pengaruh keseluruhan defaunasi menjadi tidak tampak dan berakibat pada penurunan laju aliran protein mikroba ke dalam duodenum. Oleh karena itu di dalam meneliti manfaat defaunasi tidak cukup hanya mengukur perubahan kecernaan
pakan di dalam rumen namun juga perlu dilihat perubahan komposisi asam lemak
terbang (VFA) akibat defaunasi. Untuk memberikan ilustrasi tentang manfaat defaunasi terhadap efisiensi sintesis protein mikroba serta laju aliran protein mikroba ke duodenum data pada Tabel 5 berikut ini disajikan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa interaksi antar mikroba rumen sangat kompleks dan tidak menguntungkan bagi hewan inang. Protozoa dengan populasi yang besar akan mengurangi produktivitas ternak, melalui penurunan ratio antara asam amino dengan enersi pada hasil pencernaan yang terserap. Hal ini disebabkan kehadiran protozoa dalam jumlah besar akan mengurangi biomassa bakteri dan juga jamur didalam rumen ternak yang diberi pakan basal limbah pertanian atau dengan kadar serat kasar tinggi. Dalam kondisi ini laju pencernaan serat kasar akan menurun.