WELCOME

Terimakasih Telah Mengunjungi Blog Saya

Sabtu, 22 Oktober 2011

Fisiologi Pencernaan Itik

           Mc Donald et al. (1988) menyatakan pencernaan merupakan proses penguraian bahan pakan menjadi senyawa lebih sederhana untuk diabsorbsi dan dipakai oleh jaringan tubuh. Proses pencernaan bahan pakan pada hewan berlangsung mekanis, enzimatis dan mikrobia. Proses pencernaan mekanis pada unggas berlangsung karena kontraksi otot – otot sepanjang saluran cerna, proses pencernaan kimiawi melibatkan enzim yang disekresikan sepanjang saluran cerna dan pencernaan mikroba berlangsung karena aktivitas mikrobia terutama pada usus besar. Unggas mempunyai saluran cerna yang sangat pendek, sehingga proses pencernaan berlangsung sangat cepat.
          Nickel et al. (1997) membagi sistem pencernaan unggas menjadi dua bagian yaitu saluran cerna utama yang terdiri dari mulut, esopagus, lambung, usus kecil, usus besar dan kloaka dan kelenjar pelengkap (asesoris) yaitu hati dan pankreas. Lebih lanjut dinyatakan esopagus pada unggas berbeda dengan ternak lainnya karena bagian distal mengalami pelebaran membentuk kantong yang dikenal dengan tembolok. Lambung unggas dibedakan menjadi lambung kelenjar dan lambung otot atau anela. Usus kecil unggas dibedakan menjadi 3 bagian yaitu duadenum, jejenum dan ileum, sedang usus besar unggas dibedakan atas sekum sebanyak 2 buah dan kolon pendek, kloaka yang bersifat multifungsi.
        Makanan yang berasal dari lambung masuk ke dalam gizard yang tidak terdapat pada hewan non ruminansia lain. Gizard mempunyai otot – otot kuat yang dapat berkontraksi secara teratur untuk menghaluskan makanan sampai menjadi bentuk pasta ke dalam usus halus. Biasanya gizard mengandung grit (batu kecil dan pasir) yang akan membantu melumatkan biji – biji (Tillman dkk., 1991)
      Usus besar unggas sangat pendek jika dibandingkan hewan non ruminansia lain, terutama dibandingkan babi. Bila kenyataan ini dihubungkan dengan jalannya makanan di kolon dan sekum, diketahui bahwa ada aktifitas jasad renik dan usus besar unggas tetapi sangat rendah jika dibandingkan hewan non ruminansia lain. Kenyataan sangat diragukan apakah selulase mengalami hidrolisa dalam usus besar ini, namum ada petunjuk bahwa hemiselulase mengalami sedikit hidrolisa. Diragukan pula apakah vitamin B yang terbentuk dapat diabsorbsi dalam usus besar, sehingga sintesa vitamin B menjadi tidak penting lagi bagi pemenuhan kebutuhan hewan kecuali bila unggas makan fesesnya sendiri yang kaya akan vitamin B (Tillman dkk., 1991).